Industri Game Global Masih Kuat, Tapi Ada Yang Berubah
Industri video game secara global terus menunjukkan ketahanan dan pertumbuhan, dengan proyeksi pendapatan mencapai $188,8 miliar pada tahun 2025. Amerika Serikat (AS) sendiri tetap menjadi salah satu pasar game terbesar di dunia, bersaing ketat dengan Tiongkok. Meskipun angka pendapatan total dan jumlah pemain terus meningkat, sebuah studi terbaru dari analis pasar global mengindikasikan adanya pergeseran perilaku fundamental di antara para Gamer AS yang perlu dicermati. Studi tersebut mengungkapkan bahwa, alih-alih berhenti bermain, banyak gamer di AS mulai mengurangi pembelian judul game berbayar (premium/full-price) baru, dan mengalihkan fokus pengeluaran mereka ke ranah lain. Inilah yang disebut Pergeseran Belanja Gamer AS—sebuah fenomena yang memiliki implikasi besar bagi para pengembang dan penerbit game di masa depan.
Faktor Penyebab Pergeseran Belanja Gamer AS
Perubahan drastis dalam pola konsumsi ini tidak terjadi tanpa alasan. Ada beberapa faktor kunci yang mendorong Pergeseran Belanja Gamer AS menjauh dari pembelian game utama:
Dominasi Konten Live-Service dan Free-to-Play
Model bisnis free-to-play (F2P) dan live-service telah mendominasi pasar, terutama di segmen mobile yang masih menjadi kontributor pendapatan terbesar. Game seperti Roblox dan judul-judul RPG serta Strategi di mobile memonetisasi secara agresif melalui pembelian dalam aplikasi (in-app purchases atau IAP). Konten musiman (season passes), kosmetik, dan mata uang virtual menjadi sumber pengeluaran utama bagi gamer. Mereka tidak lagi membeli game baru, melainkan berinvestasi pada game yang sudah dimainkan secara rutin. Hal ini memposisikan pendapatan dari konten dalam game (in-game content) sebagai pendorong pertumbuhan utama, melebihi pendapatan dari penjualan salinan game secara penuh.
Fenomena ‘Lubang Hitam’ Keterlibatan (Engagement Black Hole)
Meningkatnya durasi rata-rata pemain berinteraksi dengan satu judul game menjadi faktor lain. Beberapa game live-service besar, atau rilis premium yang sangat ditunggu (seperti antisipasi untuk Grand Theft Auto VI), menciptakan “lubang hitam keterlibatan” yang menarik perhatian dan waktu pemain dari game lain. Setelah berinvestasi dalam waktu dan uang di satu game yang menawarkan konten segar secara berkelanjutan, gamer merasa kurang perlu untuk membeli judul baru. Waktu luang mereka sudah terserap sepenuhnya oleh judul-judul game yang ada, yang terus diperbarui oleh pengembang.
Meningkatnya Popularitas Layanan Langganan (Subscription Services)
Layanan langganan seperti Xbox Game Pass dan PlayStation Plus telah mengubah cara gamer mengakses konten. Dengan biaya bulanan yang relatif rendah, pelanggan mendapatkan akses ke ratusan judul game. Bagi banyak Gamer AS, ini memberikan nilai yang lebih besar dan mengurangi urgensi untuk membeli game baru dengan harga penuh ($$60-$70). Model ini mendorong eksplorasi game yang lebih luas tanpa komitmen pembelian, tetapi pada saat yang sama, ia menekan penjualan game per unit yang merupakan metrik tradisional bagi penerbit.
Implikasi bagi Industri dan Masa Depan Model Bisnis
Pergeseran Belanja Gamer AS ini memaksa para pengembang dan penerbit untuk mengevaluasi kembali strategi bisnis mereka:
- Fokus ke ARPU (Average Revenue Per Paying User): Meskipun jumlah pembelian game penuh mungkin menurun, rata-rata pengeluaran per gamer yang membayar (Average Revenue Per Paying User atau ARPU) di Amerika Utara masih termasuk yang tertinggi di dunia. Hal ini menunjukkan bahwa potensi pendapatan bergeser ke layanan langganan, in-game content, dan add-on lainnya.
- Meningkatkan Kualitas Konten Live-Service: Penerbit kini harus berinvestasi lebih banyak dalam konten pasca-peluncuran (post-launch content) dan strategi retensi pemain. Kesuksesan di masa depan akan sangat bergantung pada kemampuan sebuah game untuk mempertahankan pemain selama bertahun-tahun, bukan hanya di minggu pertama rilis.
- Prioritas Premium di Tengah Dominasi F2P: Meskipun model F2P mendominasi, game premium (khususnya single-player) yang dirilis di waktu yang tepat masih bisa menjadi pendorong besar pertumbuhan pendapatan software. Namun, penting bagi penerbit untuk menghindari jadwal rilis yang terlalu padat yang dapat saling memakan (cannibalize) pangsa pasar.
Secara keseluruhan, pasar video game di AS tidak lesu, melainkan sedang bertransformasi. Dari fokus pada “kuantitas pembelian game baru,” industri beralih ke “kualitas keterlibatan dan investasi dalam game yang ada.” Bagi gamer, ini berarti lebih banyak pilihan dan nilai dari layanan langganan dan game live-service F2P. Bagi penerbit, ini adalah sinyal bahwa model bisnis harus menyesuaikan diri agar tetap relevan di tengah pergeseran ekspektasi dan pola pengeluaran konsumen modern.
Baca juga:
- iRacing Arcade Demo Rilis 13 Oktober di Steam: Mengintip Porsche dan Tsukuba
- Assassin’s Creed Mirage Valley of Memory: Ekspansi Kisah Gratis Hadir 18 November
- Nintendo Gugat Moderator Reddit $4,5 Juta, Perangi Pembajakan Switch
Informasi ini dipersembahkan oleh indocair